Uncategorized

Tanpa Harap

Masih jelas teringat bagaimana rupa ruangan tempat kau dan aku pertama bertemu. Bagaimana saat itu kutemui kau dengan seragam birumu bersama setiap atribut kehormatanmu. Bagaimana cahaya lampu tampak temaram, menyelimuti seisi ruangan dalam remang, menyisakan sedikit terang. Ditemani sepasang cangkir berisi air putih, kau memulai perbincangan dari udara. Bercerita tentang apa-apa yang kau ketahui tentang bagian bumi yang tak pernah kutahu, langit.

Kau tuang cangkirku dengan air putih ketika kau sadar bahwa ia sudah hampir kering dan habis. Saat malam semakin larut dan terang perlahan semakin terengkuh oleh gelap, hingga akhirnya kita berdiri, beranjak meninggalkan tempat duduk.

Lengan jam sudah bertaut dan bertepuk pada satu angka yang sama, tanda bahwa hari itu sudah rampung dan akan segera berganti dengan hari baru. Seisi ruangan masih gelap, tanpa terang. Dan segala perbincangan yang kau dan aku punya, selama tujuh jam lamanya, masih gelap, tanpa terang.

Dan tujuh jam seharusnya lebih tahu, bagaimana kau dan aku hanyalah manusia rapuh. Yang menggenggam hati yang masing-masing hanya tinggal separuh. Semuanya masih gelap, tanpa terang, tanpa harap.